12 Juni 2008

"YA UDAH, AKU KABUR AJA!!"

Mengancam pergi dari rumah kerap dilancarkan anak usia sekolah dasar. Ada apa??

Masih ingat berita tentang anak yang kabur dari rumah dengan membawa uang Rp100 juta? Tentu itu bukan satu-satunya kasus anak kabur dari rumah. Kasus anak kabur cukup banyak terjadi dengan latar belakang kisah berbeda. Kebanyakan dari mereka kabur ke rumah tetangga, teman, atau kerabat. Kaburnya pun sebatas beberapa jam saja, tak sampai berhari-hari. Maklum, ruang lingkup penjelajahan anak 6- 12 tahun masih terbatas. Yang jadi pertanyaan, alasan apa yang mendorong seorang anak berani kabur dari rumah?

Meskipun daya jelajahnya masih terbatas, kemampuan berpikir anak usia sekolah rupanya sudah sangat berkembang dibandingkan sebelumnya. Ia sudah mampu menyerap berbagai informasi entah itu dari teve, koran, majalah, dan pergaulan. Anak usia ini pun sudah bisa memutuskan apa yang akan dilakukan, selain sudah mengerti nilai uang. Pendek kata, anak usia ini relatif merasa bisa melakukan sesuatu secara mandiri. Termasuk keberanian untuk kabur dari rumah.

KURANG PERHATIAN

Lalu apa saja faktor yang bisa memicu anak kabur dari rumah??

* Dimarahi orangtua

Kalau kita perhatikan, kasus anak kabur dari rumah rata-rata lantaran habis dimarahi orangtua. Artinya, anak merasa tak nyaman dan tak aman berada di rumah berhubung faktor utama ini tak didapatnya di rumah. Perasaannya jadi kesal dan bete gara-gara dimarahi, akhirnya dia memilih kabur dari rumah, entah itu ke rumah teman, tetangga atau kerabat.

* Meniru dari media

Faktor lainnya adalah peniruan. Dalam hal ini, pengaruh dari media massa, terutama teve, sangat luar biasa dalam memberi dampak kurang baik bagi anak. Misalnya, berita mengenai anak kabur, anak bunuh diri, anak tak mau sekolah dengan alasan tak ada uang, semua itu ditonton dan masuk dalam pemikiran anak. Ujung-ujungnya, informasi semacam itu dapat memancingnya bersikap serupa ketika menemukan masalah yang sama. Kalau kemudian merasa tak nyaman di rumah, yang tercetus dalam pikiran anak adalah kabur.

* Kurang mendapat perhatian

Boleh jadi anak kabur dari rumah lantaran kurang mendapat perhatian orangtua. Nah, kalau ternyata ketika kabur dari rumah dia mendapat perhatian dari orangtua, aksi ini kemudian dijadikan alat bagi anak untuk menarik perhatian. Lain kali ketika anak merasa kurang mendapat perhatian lagi, maka dengan cara kaburlah dia kembali berusaha mencari perhatian. Kelak ketika beranjak remaja atau dewasa pun, perilaku seperti ini sangat mungkin menjadi sesuatu yang biasa baginya.

* Tak ada kedekatan dengan orangtua

Mirip dengan faktor di atas. Intinya, tidak ada kedekatan antara anak dan orangtua, baik secara fisik maupun emosi. Kalau orangtua kelewat sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri, bisa jadi anak terpikir kabur karena keadaan di rumah yang kurang "hangat". Di sini, kabur dari rumah menjadi suatu bentuk protes anak terhadap orangtua. Sebaliknya, orangtua melihat kejadian ini sebagai bentuk kenakalan anak.

Nah, akibat tak terjalin kedekatan secara fisik maupun emosi, kebanyakan orangtua sama sekali tak mengerti dan tak berusaha mengerti apa yang dirasakan anak. Padahal beban anak di sekolah dengan sekian banyak mata pelajaran tentu terasa amat memberatkan. Belum ikut ekstrakurikuler dan les ini-itu. Tak heran kalau anak kurang istirahat dan merasa stres. Seharusnya orangtua memaklumi kalau anak lelah capek. Biarkan ia beristirahat sejenak nonton acara teve kegemarannya tanpa harus menuntutnya mengerjakan PR saat itu juga. Akumulasi kekecewaan akibat merasa tak dimengerti oleh orangtuanya inilah yang akhirnya membuat anak "meledak" dengan cara kabur dari rumah.

MENCARI JEJAK

Apa yang harus dilakukan jika anak kabur dari rumah??

* Segera cari dan jemput

Agar tak berlarut-larut, sesegera mungkin hubungi teman-teman dekatnya, tetangga, atau kerabat untuk memastikan keberadaan anak. Bila sudah diketahui keberadaannya, sebaiknya orangtua sendirilah yang menjemputnya. Jangan membiarkan, mendiamkan atau menuntutnya pulang sendiri. Setidaknya langkah ini akan membuat anak merasa diperhatikan dan dianggap penting.

Jangan memarahinya "hanya" karena telah membuat bingung seisi rumah. Ketika kembali ke rumah, anak sudah dibebani rasa malu. Jangan menambah rasa malunya dengan kemarahan ataupun sindiran yang menyakitkan. Misalnya, "Oh... ternyata kamu pulang juga. Kenapa enggak pergi aja lagi!" Komentar negatif seperti ini hanya akan membuat anak merasa tak diinginkan di rumah. Akibatnya, selain didera rasa malu sekaligus rasa bersalah, ia pun merasa bingung dan kehilangan rasa percaya diri.

* Ajak bicara

Tanyakan baik-baik kenapa ia sampai lari dari rumah. Gali terus apa yang mengganjal perasaannya. Bukakan wawasannya bahwa masalah sebetulnya tidak akan terasa kelewat berat jika diceritakan pada orangtua agar dicarikan solusinya. Jadi, begitu anak kembali berada di tengah keluarga, segera bahas masalah yang mengganjal hatinya dan bantu dia mencari jalan keluar. Pada intinya lagi-lagi dituntut kesediaan orangtua untuk memahami permasalahan anak sekaligus memberi rasa aman dan nyaman.

* Jelaskan

Jelaskan pada anak kalau kabur dari rumah bukanlah sikap terpuji. Apalagi kabur dari rumah jelas memunculkan masalah baru sementara masalah yang dihadapinya semula juga belum terselesaikan sama sekali. Biarkan anak tahu kalau orangtua dilanda kebingungan dan ketakutan selama anak tidak di rumah. Dengan begitu anak belajar berempati bahwa tindakannya berdampak merepotkan orang rumah.

* Beri hukuman

Boleh-boleh saja memberi hukuman pada anak. Apa bentuknya? Hukuman yang efektif adalah menutup akses terhadap hal-hal yang disukainya. Misalnya, anak suka nonton film kartun. Untuk sementara waktu jangan perbolehkan dia nonton. Kalau sebelumnya anak dijanjikan akan dibelikan sepeda, sepatu, diajak berlibur atau apa pun, maka tunda dulu rencana-rencana tadi sampai ia menunjukkan perubahan sikap ke hal positif.

* Ubah haluan

Seperti halnya anak, orangtua pun harus mengubah sikapnya. Konkretnya, dengan lebih memerhatikan dan menjalin kedekatan bersama anak. Kedekatan semacam inilah yang memungkinkan orangtua mampu mengetahui masalah yang dialami anak. Kalau orangtua tak menunjukkan perubahan sikap, jangan heran kalau di lain waktu anak justru akan menjadikan kabur ini sebagai sarana mencari perhatian. Bukankah saat kabur, perhatian seisi rumah tertuju padanya?

* Komunikasi dua arah

Yang jelas, perlu ada komunikasi efektif secara 2 arah. Kalau ada pemberitaan mengenai anak kabur, contohnya, diskusikan hal ini dengan anak. “Menurut kamu bagaimana Nak? Apa akibatnya?” Biarkan dia mengemukakan pendapatnya sekaligus mencari solusinya. Bacakan/dengarkan saja beritanya dulu. Memberlakukan komunikasi efektif membuat anak berani untuk mengutarakan apa pun yang jadi ganjalan hatinya. Bisa bicara langsung dengan ayah-ibu, ataupun lewat tulisan kalau merasa segan karena takut dimarahi..

sumber: klik link disamping...

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tidak ada komentar: